BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Masa nifas adalah masa sesudah
persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk
memulihkan kembali organ kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih
6 minggu (Saleha, 2009).
Pada masa nifas ini ibu akan
mendapati beberapa perubahan pada tubuh maupun emosi. Bagi yang belum
mengetahui hal ini tentu akan merasa khawatir akan perubahan yang terjadi, oleh
sebab itu penting bagi ibu memahami apa saja perubahan yang terjadi agar dapat
menangani dan mengenali tanda bahaya secara dini.
Pada
masa nifas ini, terjadi perubahan-perubahan anatomi dan fisiologis pada ibu.
Perubahan fisiologis yang terjadi sangat jelas, walaupun dianggap normal, di
mana proses-proses pada kehamilan berjalan terbalik. Banyak faktor, termasuk
tingkat energi, tingkat kenyamanan, kesehatan bayi baru lahir dan perawatan
serta dorongan semangat yang diberikan oleh tenaga kesehatan, baik dokter,
bidan maupun perawat ikut membentuk respon ibu terhadap bayinya selama masa
nifas ini (Bobak, 2009). Untuk memberikan asuhan yang menguntungkan terhadap
ibu, bayi dan keluarganya, seorang bidan atau perawat harus memahami dan
memiliki pengetahauan tentang perubahan-perubahan anatomi dan fisiologis dalam
masa nifas ini dengan baik.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1
Apa yang
dimakasud dengan masa nifas ?
1.2.2
Apa saja
perubahan fisiologis sistem reproduksi yang terjadi pada masa nifas ?
1.3 TUJUAN
MASALAH
1.3.1
Untuk mengetahui apa maksud dari masa nifas.
1.3.2
Untuk mengetahui
apa saja perubahan sistem reproduksi pada masa nifas.
1.4 METODE
PENULISAN
Metode
pengumpulan data dalam penulisan makalah ini diperoleh dengan membaca buku-buku
literatur serta mencari informasi yang berkaitan dengan Perubahan Fisiologis Masa Nifas Pada Sistem Reproduksi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Masa Nifas
2.1.1 Definisi
Ø Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003).
Ø Masa nifas dimulai
setelah kelahiran plasenta dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang
berlangsung kira-kira 6 minggu. (Abdul Bari,2000:122).
Ø Masa nifas merupakan masa selama persalinan dan segera setelah kelahiran yang meliputi minggu-minggu berikutnya pada waktu saluran reproduksi kembali ke keadaan tidak hamil yang normal. (F.Gary cunningham,Mac Donald,1995:281)
Ø Masa nifas adalah masa setelah seorang ibu melahirkan bayi yang dipergunakan untuk memulihkan kesehatannya kembali yang umumnya memerlukan waktu 6-12 minggu. (
Ibrahim C, 1998).
Ø Masa nifas (puerperium) adalah masa
setelah keluarnya placenta sampai alat-alat reproduksi pulih seperti sebelum
hamil dan secara normal masa nifas berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari
(Ambarwati, 2010).
Ø Masa nifas atau puerperium adalah
masa setelah partus selesai sampai pulihnya kembali alat-alat kandungan seperti
sebelum hamil. Lamanya masa nifas ini yaitu kira-kira 6-8 minggu (Abidin,
2011).
2. Melaksanakan
skrinning secara komprehensif, deteksi dini, mengobati
atau merujuk bila terjadi komplikasi pada
ibu maupun bayi.
3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, KB, cara dan manfaat menyusui, pemberian imunisasi serta perawatan bayi sehari-hari.
2.2 Perubahan Fisiologi Masa Nifa Pada Sistem
Reproduksi
Selama masa nifas,
alat-alat interna maupun eksterna berangsur-angsur kembali seperti keadaan
sebelum hamil. Perubahan keseluruhan alat ginetalia ini di sebut involusi. Pada
masa ini terjadi juga perubahan penting lainnya, perubahan-perubahan yang
terjadi antara lain sebagai berikut.
Uterus
Segera
setelah lahirnya plasenta, pada uterus yang berkontraksi posisi fundus uteri
berada kurang lebih pertengahan antara umbilikus dan simfisis, atau sedikit
lebih tinggi. Dua hari kemudian, kurang lebih sama dan kemudian mengerut,
sehingga dalam dua minggu telah turun masuk kedalam rongga pelvis dan tidak
dapat diraba lagi dari luar. Involusi uterus melibatkan pengreorganisasian dan
pengguguran desidua serta penglupasan situs plasenta, sebagaimana di
perlihatkan dalam pengurangan dalam ukuran dan berat serta warna dan banyaknya
lokia. Banyaknya lokia dan kecepatan involusi tidak akan terpengaruh oleh
pemberian sejumlah preparat metergin dan lainya dalam proses persalinan.
Involusi tersebut dapat dipercepat proses bila ibu menyusui bayinya.
Desidua
tertinggal di dalam uterus. Uterus pemisahan dan pengeluaran plasenta dan
membran terdiri atas lapisan zona spongiosa, basalis desidua dan desidua
parietalis. Desidua yang tertinggal ini akan berubah menjadi dua lapis sebagai
akibat invasi leukosit. Suatu lapisan yang lambat laun akan manual neorco,
suatu lapisan superfisial yang akan dibuang sebagai bagian dari lokia yang akan
di keluarkan melalui lapisan dalam yang sehat dan fungsional yang berada di
sebelah miometrium. Lapisan yang terakhir ini terdiri atas sisa-sisa kelenjar
endometrium basilar di dalam lapisan zona basalis. Pembentukan kembali
sepenuhnya endometrium pada situs plasenta skan memakan waktu kira-kira 6
minggu.
Penyebarluasan
epitelium akan memanjang ke dalam, dari sisi situs menuju lapisan uterus di
sekelilingnya, kemudian ke bawah situs plasenta, selanjutnya menuju sisa
kelenjar endometriummasilar di dalam desidua basalis. Penumbuhan endometrium
ini pada hakikatnya akan merusak pembuluh darah trombosa pada situs tersebut
yang menyebabkannya mengendap dan di buang bersama dangan caira lokianya.
Dalam
keadaan normal, uterus mencapai ukuran besar pada masa sebelum hamil sampai
dengan kurang dari 4 minggu, berat uterus setelah kelahiran kurang lebih 1 kg
sebagai akibat involusi. Satu minggu setelah melahiran beratnya menjadi kurang
lebih 500 gram, pada akhir minggu kedua setelah persalinan menjadi kurang lebih
300 gram, setelah itu menjadi 100 gram atau kurang. Otot-otot uterus segera
berkontraksi setelah postpartum. Pembuluh-pembuluh darah yang berada di antara
anyaman otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan perdarahan
setelah plasenta di lahirkan. Setiap kali bila di timbulkan, fundus uteri
berada di atas umbilikus, maka hal-hal yang perlu di pertimbangkan adalah
pengisian uterus oleh darah atau pembekuan darah saat awal jam postpartum atau
pergeseran letak uterus karena kandung kemih yang penuh setiap saat setelah
kelahiran.
Pengurangan
dalam ukuran uterus tidak akan mengurangi jumlah otot sel. Sebaliknya,
masing-masing sel akan berkurang ukurannya secara drastis saat sel-sel tersebut
membebaskan dirinya dari bahan-bahan seluler yang berlebihan. Bagaimana proses
ini dapat terjadi belum di ketahui sampai sekarang.
Pembuluh
darah uterus yang besar pada saat kehamilan sudah tidak di perlukan lagi. Hal
ini karena uterus yang tidak pada keadaan hamil tidak mempunyai permukaan yang
luas dan besar yang memerlukan banyak pasokan darah. Pembuluh darah ini akan
menua kemudian akan menjadi lenyap dengan penyerapan kembali endapan-endapan
hialin. Mereka dianggap telah di gantikan dangan pembuluh-pembuluh darah baru
yang lebih kecil.
Involusi atau pengerutan uterus
merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan
berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah plasenta lahir akibat
kontraksi otot-otot polos uterus (Ambarwati, 2010).
a. Iskemia Miometrium : Hal ini
disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta sehingga membuat uterus menjadi relatif anemi dan menyebabkan serat otot atrofi.
b. Atrofi jaringan : Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi penghentian hormon esterogen saat pelepasan plasenta.
c. Autolysis : Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot uterus. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah mengendur hingga panjangnya 10 kali panjang sebelum hamil dan lebarnya 5 kali lebar sebelum hamil yang terjadi selama kehamilan. Hal ini disebabkan karena penurunan hormon estrogen dan progesteron.
d. Efek Oksitosin : Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterus sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi situs atau tempat implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan. Ukuran uterus pada masa nifas akan mengecil seperti sebelum hamil.
·
Perubahan-perubahan normal pada uterus selama postpartum
dapat dilihat di bawah ini:
Tabel 2.2 Perubahan Uterus
Masa Nifas
Involusi
Uteri
|
TFU
|
Berat
Uterus
|
Diameter
Uterus
|
Palpasi
cervix
|
Placenta lahir
|
Setinggi pusat
|
1000 gr
|
12,5 cm
|
Lembut/
lunak
|
7 hari
|
Pertengahan antara simpisis dan
pusat
|
500 gr
|
7,5 cm
|
2 cm
|
14 hari
|
Tidak teraba
|
350 gr
|
5 cm
|
1 cm
|
6 minggu
|
Normal
|
60 gr
|
2,5 cm
|
Menyempit
|
(Ambarwati,
2010)
·
Involusi uteri dari luar dapat diamati yaitu dengan
memeriksa fundus uteri dengan cara:
a) Segera setelah persalinan, tinggi fundus uteri 2 cm di bawah pusat, 12 jam kemudian kembali 1 cm di atas pusat
dan menurun kira-kira 1 cm setiap hari.
b) Pada hari kedua setelah persalinan
tinggi fundus uteri 1 cm di bawah pusat. Pada hari ke 3-4 tinggi fundus uteri 2
cm di bawah pusat. Pada hari ke 5-7 tinggi fundus uteri setengah pusat
simpisis. Pada hari ke 10 tinggi fundus uteri tidak teraba. Bila uterus tidak mengalami atau
terjadi kegagalan dalam proses involusi disebut dengan subinvolusi. Subinvolusi
dapat disebabkan oleh infeksi dan tertinggalnya sisa plasenta/perdarahan lanjut
(postpartum haemorrhage).
Uterus pada
bekas implantasi plasenta merupakan
luka yang kasar dan menonjol ke dalam kavum uteri. Segera
setelah plasenta lahir,
dengan cepat luka mengecil, pada akhir minggu ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan
pada akhir nifas 1-2
cm. Penyembuhan luka bekas plasenta khas sekali. Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung
banyak pembuluh darah besar
yang tersumbat oleh thrombus. Luka bekas plasenta tidak
meninggalkan parut.
Hal ini disebabkan karena diikuti pertumbuhan endometrium baru di bawah permukaan luka. Regenerasi endometrium terjadi di tempat implantasi plasenta selama sekitar 6 minggu. Pertumbuhan kelenjar endometrium ini berlangsung di dalam decidua basalis. Pertumbuhan kelenjar ini mengikis pembuluh darah yang membeku pada tempat implantasi plasenta hingga terkelupas dan tak dipakai lagi pada pembuangan lokia.
Lochea
Akibat involusi uteri, lapisan luar desidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan keluar bersama
dengan sisa cairan. Percampuran antara darah dan desidua inilah yang dinamakan lokia.
Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas.
Lochea mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari dalam
uterus. Lochea mempunyai reaksi basa/alkalis yang dapat membuat organisme
berkembang lebih cepat daripada kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lochea mempunyai perubahan karena
proses involusi.
·
Proses keluarnya darah nifas atau lochea terdiri atas 4
tahapan, yaitu:
1. Lokia
rubra (cruenta) berwarna merah karena berisi darah segar dari sisa-sisa selaput
ketuban, set-set desidua, verniks caseosa, lanugo, dan mekonium selama 2 hari
pascapersalinan. Inilah lokia yang akan keluar selama 2 sampai 3 hari
postpartum.
2. Lokia
sanguilenta berwarna merah kuning berisi darah dan lendir yang keluar pada hari
ke-3 sampai ke-7 pascapersalinan.
3. Lokia
serosa adalah lokia berikutnya. Di mulai dengan versi yang lebih pucat dari
lokia rubra. Lokia ini berbentuk serum dan berwarna merah jambu kemudian
menjadi kuning. Cairan tidak berdarah lagi hari ke-7 sampai hari ke-14
pascapersalinan.
4. Lokia
alba adalah lokia yang terakhir. Dimulai dari hari ke-14 kemudian makin lama
makin sedikit sehingga sama sekali berhenti sampai 1 atau 2 minggu berikutnya.
Bentuknya seperti cairan putih berbentu krim serta terdiri atas leukosit dan
sel-sel desidua.
·
2.2 Tabel
Tahapan Lokia
Waktu
|
Warna
|
Ciri-ciri
|
|
Rubra
|
1-3 hari
|
Merah kehitaman
|
|
Sanguilenta
|
3-7 hari
|
Putih bercampur merah
|
|
Serosa
|
7-14 hari
|
Kekuningan/ kecoklatan
|
|
Alba
|
>14 hari
|
Putih
|
Umumnya jumlah lochia lebih sedikit
bila wanita postpartum dalam posisi berbaring daripada berdiri. Hal ini terjadi akibat pembuangan
bersatu di vagina bagian atas saat wanita dalam posisi berbaring dan kemudian akan mengalir keluar
saat berdiri. Total jumlah rata-rata pengeluaran lokia sekitar 240 hingga 270 ml.
Lokia
mempunyai bau yang khas, tidak seperti bau menstruasi. Bau ini lebih terasa
tercium pada lokia serosa, bau ini juga akan semakin lebih keras jika bercampur
dengan keringat dan harus cermat membedakannya dengan bau busuk yang menandakan
adanya infeksi. Lokia dimulai sebagai suatu pelepasan cairan dalam jumlah yang
banyak pada jam-jam pertama setelah melahirkan. Kemudian lokia ini akan
berkurang jumlahnya sebagai lokia rubra, lalu berkurang sedikit menjadi
sanguenta, serosa, dan akhirnya lokia alba.
Endometrium
Perubahan
pada endometrium adalah timbulnya trombosis, degenerasi, dan nekrosis di tempat
implantasi plasenta. Pada hari pertama tebal endometrium 2,5 mm, mempunyai
permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua, dan selaput janin. Setelah 3
hari mulai rata, sehingga tidak ada pembentukan jaringan parut pada bekas
implantasi plasenta. (Saleha, 2009).
Segera setelah melahirkan, serviks menjadi lembek, kendor, terkulai dan berbentuk seperti corong. Hal ini disebabkan korpus uteri berkontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga perbatasan antara korpus dan serviks uteri berbentuk cincin. Warna serviks merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah. Segera setelah bayi dilahirkan, tangan pemeriksa masih dapat dimasukan 2–3 jari dan setelah 1 minggu hanya 1 jari saja yang dapat masuk.
Oleh karena hiperpalpasi dan retraksi serviks, robekan serviks dapat sembuh. Namun demikian, selesai involusi, ostium eksternum tidak sama waktu sebelum hamil. Pada umumnya ostium eksternum lebih besar, tetap ada retak-retak dan robekan-robekan pada pinggirnya, terutama pada pinggir sampingnya.
Serviks mengalami involusi bersama-sama dengan uterus. Warna serviks sendiri merah kehitam-hitaman karena pembuluh darah. Konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat laserasi / perlukaan kecil. Karena robekan kecil yang terjadi selama dilatasi,
serviks tidak pernah kembali pada keadaan sebelum hamil.
Muara
serviks yang berdilatasi 10 cm pada waktu persalinan, menutup secara bertahap.
Setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat dimasuki 2-3 jari, pada minggu ke
6 postpartum serviks menutup (Ambarwati, 2010).
Selama
proses persalinan vulva dan vagina mengalami penekanan serta
peregangan, setelah beberapa hari persalinan kedua organ ini kembali dalam
keadaan kendor. Rugae timbul kembali pada minggu ke tiga.
Himen tampak sebagai tonjolan kecil dan
dalam proses pembentukan berubah menjadi karankulae
mitiformis
yang khas bagi wanita multipara. Ukuran vagina akan selalu lebih besar
dibandingkan keadaan saat sebelum persalinan pertama.
Perubahan pada perineum pasca melahirkan terjadi pada saat perineum mengalami robekan. Robekan jalan lahir dapat terjadi secara spontan
ataupun dilakukan episiotomi dengan indikasi tertentu. Meskipun
demikian, latihan otot perineum dapat mengembalikan tonus tersebut
dan dapat mengencangkan vagina hingga tingkat tertentu. Hal ini
dapat dilakukan pada akhir puerperium dengan latihan harian.
Jaga
kebersihan daerah kewanitaan agar tidak timbul infeksi (tanda infeksi jalan
lahir bau busuk, rasa perih, panas, merah dan terdapat nanah).
Payudara (mamae)
Pada semua wanita yang telah
melahirkan proses laktasi terjadi secara alami. Proses menyusui mempunyai dua
mekanisme fisiologis, yaitu sebagai berikut:
a) Produksi susu
b) Sekresi susu atau let down
Selama
sembilan bulan kehamilan, jaringan payudara
tumbuh dan menyiapkan fungsinya untuk menyediakan makanan bagi bayi baru lahir.
Setelah melahirkan, ketika hormon yang dihasilkan plasenta tidak ada lagi untuk
menghambatnya kelenjar pituitari akan mengeluarkan prolaktin (hormon
laktogenik). Sampai hari ketiga setelah melahirkan, efek prolaktin pada
payudara mulai bisa dirasakan. Pembuluh darah payudara menjadi bengkak terisi
darah, sehingga timbul rasa hangat, bengkak, dan rasa sakit. Sel-sel acini yang
menghasilkan ASI juga mulai berfungsi. Ketika bayi menghisap puting, refleks saraf merangsang lobus
posterior pituitari untuk menyekresi hormon oksitosin. Oksitosin merangsang
refleks let down (mengalirkan),
sehingga menyebabkan ejeksi ASI melalui sinus aktiferus payudara ke duktus yang
terdapat pada puting. Ketika ASI dialirkan karena isapan bayi atau dengan
dipompa sel-sel acini terangsang untuk menghasilkan ASI lebih banyak. Refleks
ini dapat berlanjut sampai waktu yang cukup lama (Saleha, 2009).
BAB
III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Pada masa nifas ini, terjadi
perubahan-perubahan anatomi dan fisiologis pada ibu. Perubahan fisiologis yang
terjadi sangat jelas, walaupun dianggap normal, di mana proses-proses pada
kehamilan berjalan terbalik. Banyak faktor, termasuk tingkat energi, tingkat
kenyamanan, kesehatan bayi baru lahir dan perawatan serta dorongan semangat
yang diberikan oleh tenaga kesehatan, baik dokter, bidan maupun perawat ikut
membentuk respon ibu terhadap bayinya selama masa nifas ini. Adapun perubahan yang terjadi adalah sebagai berikut
:
1. Uterus :
a. Involusi
Uterus
b. Involusi
Tempat Plasenta
2. Lokia
3. Endometrium
4. Perubahan pada serviks
5. Perubahan pada vulva, vagina dan perineum
6. Perubahan pada payudara
3.2
SARAN
Untuk memberikan asuhan yang
menguntungkan terhadap ibu, bayi dan keluarganya, seorang bidan atau perawat
harus memahami dan memiliki pengetahauan tentang perubahan-perubahan anatomi
dan fisiologis dalam masa nifas ini dengan baik.
Dan semoga makalah ini dapat digunakan sebaik-baiknya agar
makalah ini selalu dapat digunakan. Bagi mahasiswa dapat membaca makalah ini
sebagai referensi dalam proses kegiatan belajar mengajar. Dan juga sebagai
referensi terhadap perubahan organ reproduksi selama masa nifas.