Sabtu, 15 Desember 2012

Imunisasi PPI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Vaksin merupakan salah satu ‘keajaiban’ dalam dunia kedokteran. Sebelum era imunisasi, banyak sekali manusia yang meninggal pada muda akibat penyakit infeksi. Tak heran, kalau pada saat itu, penyakit infeksi dianggap sebagai kutukan para dewa. Akhirnya, ditemukan vaksin, yang berhasil menyelamatkan ratusan juta manusia dari kematian pada usia muda. Itulah sebabnya mengapa imunisasi bukan sekadar upaya strategis di bidang kesehatan, namun juga upaya kemanusiaan. Di Indonesia, secara garis besar, ada dua skema rekomendasi imunisasi. Skema imunisasi dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia, yakni Program Pengembangan Imunisasi (PPI). Imunisasi PPI ini disebut imunisasi wajib, yang terdiri dari vaksin BCG, polio tetes minum (polio oral), DPT, hepatitis B dan campak. Imunisasi wajib ini disubsidi oleh pemerintah Indonesia. Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Badriul Hegar mengatakan, imunisasi merupakan investasi karena dapat melindungi kesehatan dari berbagai penyakit infeksi. Oleh karenanya imunisasi wajib diberikan sejak bayi. "Banyak penyakit dapat dicegah dengan imunisasi. Imunisasi juga dapat menurunkan angka kematian akibat infeksi virus atau bakteri," kata Badriul dalam Simposium Kesehatan Nasional ke-2 tentang Imunisasi di Jakarta. Menurutnya, pertahanan tubuh bayi sangat perlu dilindungi dengan imunisasi karena pertahanan tubuh secara alamiah tidak mampu melindungi tubuh terus-menerus. Jika bayi diberi imunisasi maka tubuh akan mempersiapkan melawan penyakit yang disebabkan kuman. Imunisasi adalah memberikan vaksin yang mengandung kuman yang sudah dilemahkan, caranya bisa diteteskan melalui mulut seperti imunisasi polio dan bisa juga melalui injeksi. Vaksin yang masuk dalam tubuh bayi itu akan merangsang tubuh memproduksi antibodi. "Antibodi itu akan melawan bibit penyakit yang masuk dalam tubuh," ujarnya. 1.2 RUMUSAN MASALAH 1.2.1 Vaksin 1.2.2 Imunisasi 1.2.3 Apa sajakah imunisasi yang termasuk dalam Program Pengembangan Imunisasi ? 1.2.4 Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi imunisasi 1.3 TUJUAN MASALAH 1.3.1 Untuk mengetahui maksud dari vaksin. 1.3.2 Untuk mengetahui maksud dari imunisasi. 1.3.3 Untuk mengetahui apa saja imunisasi yang tergolong dalam PPI. 1.3.4 Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi imunisasi. 1.4 METODE PENULISAN Metode pengumpulan data dalam penulisan makalah ini diperoleh dengan membaca buku-buku literatur serta mencari informasi yang berkaitan dengan Imunisasi pada anak yang termasuk PPI ( Program Pengembangan Imunisasi ). BAB II PEMBAHASAN 2.1 Vaksin A. Definisi Vaksin adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi oleh organisme alami atau “liar”. Berasal dari kata vaccinia, penyebab infeksi cacar sapi yang ketika diberikan kepada manusia, akan menimbulkan pengaruh kekebalan terhadap cacar. Vaksin dapat berupa galur virus atau bakteri yang telah dilemahkan sehingga tidak menimbulkan penyakit. Vaksin dapat juga berupa organisme mati atau hasil-hasil pemurniannya (protein, peptida, partikel serupa virus, dsb.). 2.2 Imunisasi A. Definisi Imunisasi merupakan suatu program yang dengan sengaja memasukkan antigen lemah agar merangsang antibodi keluar sehingga tubuh dapat resisten terhadap penyakit tertentu. (Proverawati, 2010). Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhada penyakit tertentu. (Alimul, 2009) B. TUJUAN IMUNISASI • Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan pada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit. (Proverawati, 2010) • Tujuan pemberian imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. (Alimul, 2009) C. MANFAAT IMUNISASI 1. Untuk Anak • Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan kemungkinan cacat atau kematian. 2. Untuk Keluarga • Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman. 3. Untuk Negara • Memperbaiki tingkat kesehatan, mrnciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara. (Proverawati, 2010) D. JENIS IMUNISASI 1. Imunisasi Aktif • Imunisasi aktif, tubuh ikut berperan dalam membentuk kekebalan (imunitas). Tubuh seseorang dirangsang untuk membangun pertahanan imunologis terhadap kontak alamiah dengan berbagai penyakit. • Merupakan pemberian suatu bibit penyakit yang telah dilemahkan (vaksin) agar nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik dan memberikan suatu ingatan terhadap antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat mengenali dan meresponnya. (Contoh imunisasi aktif adalah imunisasi polio ). • Dalam imunisasi aktif terdapat beberapa unsur-unsur vaksin, yaitu : a. Vaksin dapat berupa organisme yang secara keseluruhan dimatikan, eksotoksin yang didetoksifikasi saja, atau endotoksin yang terikat pada protein pembawa seperti polisakarida, dan vaksin dapat juga berasal dari ekstrak komponen-komponen organisme dari suatu antigen. Dasarnya adalah antigen harus merupakan bagian dari organisme yang dijadikan vaksin. b. Pengawet/stabilisator, atau antibiotik. Merupakan zat yang digunakan agar vaksin tetap dalam keadaan lemah atau menstabilkan antigen dan mencegah tumbuhnya mikroba. Bahan-bahan yang digunakan seperti air raksa atau antibiotik yang biasa digunakan. c. Cairan pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur jaringan yang digunakan sebagai media tumbuh antigen, misalnya telur, protein serum, bahan kultur sel. d. Adjuvan, terdiri dari garam aluminium yang berfungsi meningkatkan sistem imun dari antigen. Ketika antigen terpapar dengan antibodi tubuh, antigen dapat melakukan perlawanan juga, dalam hal ini semakin tinggi perlawanan maka semakin tinggi peningkatan antibodi tubuh. 2. Imunisasi Pasif • Imunisasi pasif, tubuh tidak dengan sendirinya membentuk kekebalan, tetapi diberikan dalam bentuk antibodi dari luar. • Merupakan suatau proses peningkatan kekebalan tubuh dengan cara memberikan zat immunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang didapatkan bayi dari ibu melalui plasenta) atau binatang (bisa ular) yang digunakan untuk mengatasi mikroba sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi. (Contoh adalah yang terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah plasenta selama masa kandungan, misalnya antibodi terhadap campak. (Proverawati, 2010) ). 2.3 Jenis Imunisasi yang Termasuk dalam PPI ( Program Pengembangan Imunisasi ) a. Vaksin Hepatitis B b. Vaksin Polio c. Vaksin BCG d. Vaksin DPT e. Vaksin Campak PEMBAHASAN a. Vaksin Hepatitis B Kandungan vaksin ini adalah HbsAg dalam bentuk cair. Lebih dari 100 negara memasukkan vaksinasi ini dalam program nasionalnya. Apalagi Indonesia yang termasuk negara endemis tinggi penyakit hepatitis. Jika menyerang anak, penyakit yang disebabkan virus ini sulit disembuhkan. Bila sejak lahir telah terinfeksi virus hepatitis B (VHB), dapat menyebabkan kelainan-kelainan yang dibawanya terus hingga dewasa. Sangat mungkin terjadi sirosis atau pengerutan hati (kerusakan sel hati yang berat). Bahkan yang lebih buruk bisa mengakibatkan kanker hati. Banyak jalan masuknya VHB ke tubuh si kecil. Yang potensial melalui jalan lahir. Bisa sejak dalam kandungan sudah tertular dari ibu yang mengidap hepatitis B atau saat proses kelahiran. Cara lain melalui kontak dengan darah penderita, semisal transfusi darah. Bisa juga melalui alat-alat medis yang sebelumnya telah terkontaminasi darah dari penderita hepatitis B, seperti jarum suntik yang tidak steril atau peralatan yang ada di klinik gigi. Bahkan juga lewat sikat gigi atau sisir rambut yang digunakan antaranggota keluarga. Malangnya, tak ada gejala khas yang tampak secara kasat mata. Bahkan oleh dokter sekalipun. Fungsi hati kadang tak terganggu meski sudah mengalami sirosis. Tidak cuma itu. Anak juga terlihat sehat, nafsu makannya baik, berat tubuhnya pun naik dengan bagus pula. Penyakitnya baru ketahuan setelah dilakukan pemeriksaan darah. Gejala baru tampak begitu hati si penderita tak mampu lagi mempertahankan metabolisme tubuhnya. Upaya pencegahan adalah langkah terbaik. Jika ada salah satu anggota keluarga dicurigai kena VHB, biasanya dilakukan screening terhadap anak-anaknya untuk mengetahui apakah membawa virus atau tidak. Pemeriksaan harus dilakukan kendati anak tak menunjukkan gejala sakit apa pun. Selain itu, imunisasi merupakan langkah efektif untuk mencegah masuknya VHB. Manfaat : Melindungi tubuh dari virus Hepatitis B, yang bisa menyebabkan kerusakan pada hati. Jumlah Pemberian : Sebanyak 3 kali, dengan interval 1 bulan antara suntikan pertama dan kedua, kemudian 5 bulan antara suntikan kedua dan ketiga. Usia Pemberian : Sekurang-kurangnya 12 jam setelah lahir. Dengan syarat, kondisi bayi stabil, tak ada gangguan pada paru-paru dan jantung. Dilanjutkan pada usia 1 bulan, dan usia antara 3-6 bulan. Khusus bayi yang lahir dari ibu pengidap VHB, selain imunisasi yang dilakukan kurang dari 12 jam setelah lahir, juga diberikan imunisasi tambahan dengan imunoglobulin antihepatitis B dalam waktu sebelum berusia 24 jam. Lokasi Penyuntikan : Pada anak di lengan dengan cara intramuskuler. Sedangkan pada bayi di paha lewat anterolateral (antero = otot-otot di bagian depan; lateral = otot bagian luar). Penyuntikan di bokong tak dianjurkan karena bisa mengurangi efektivitas vaksin. Efek Samping : Umumnya tak terjadi. Jikapun ada (kasusnya sangat jarang), berupa keluhan nyeri pada bekas suntikan, yang disusul demam ringan dan pembengkakan. Namun reaksi ini akan menghilang dalam waktu dua hari. Tanda Keberhasilan : Tak ada tanda klinis yang dapat dijadikan patokan. Namun dapat dilakukan pengukuran keberhasilan melalui pemeriksaan darah dengan mengecek kadar hepatitis B-nya setelah anak berusia setahun. Bila kadarnya di atas 1000, berarti daya tahannya 8 tahun; di atas 500, tahan 5 tahun; di atas 200, tahan 3 tahun. Tetapi kalau angkanya cuma 100, maka dalam setahun akan hilang. Sementara bila angkanya nol berarti si bayi harus disuntik ulang 3 kali lagi. Tingkat Kekebalan : Cukup tinggi, antara 94-96%. Umumnya, setelah 3 kali suntikan, lebih dari 95% bayi mengalami respons imun yang cukup. Indikasi Kontra : Tak dapat diberikan pada anak yang menderita sakit berat. b. Vaksin Polio Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan. Belum ada pengobatan efektif untuk membasmi polio. Penyakit yang dapat menyebabkan kelumpuhan ini, disebabkan virus poliomyelitis yang sangat menular. Penularannya bisa lewat makanan/minuman yang tercemar virus polio. Bisa juga lewat percikan ludah/air liur penderita polio yang masuk ke mulut orang sehat. Virus polio berkembang biak dalam tenggorokan dan saluran pencernaan atau usus, lalu masuk ke aliran darah dan akhirnya ke sumsum tulang belakang hingga bisa menyebabkan kelumpuhan otot tangan dan kaki. Bila mengenai otot pernapasan, penderita akan kesulitan bernapas dan bisa meninggal. Masa inkubasi virus antara 6-10 hari. Setelah demam 2-5 hari, umumnya akan mengalami kelumpuhan mendadak pada salah satu anggota gerak. Namun tak semua orang yang terkena virus polio akan mengalami kelumpuhan, tergantung keganasan virus polio yang menyerang dan daya tahan tubuh si anak. Nah, imunisasi polio akan memberikan kekebalan terhadap serangan virus polio. Manfaat : Melindungi tubuh terhadap virus polio, yang menyebabkan kelumpuhan. Jumlah Pemberian : Bisa lebih dari jadwal yang telah ditentukan, mengingat adanya imunisasi polio massal. Namun jumlah yang berlebihan ini tak akan berdampak buruk. Ingat, tak ada istilah overdosis dalam imunisasi. Usia Pemberian : Saat lahir (0 bulan), dan berikutnya di usia 2, 4, 6 bulan. Dilanjutkan pada usia 18 bulan dan 5 tahun. Kecuali saat lahir, pemberian vaksin polio selalu dibarengi dengan vaksin DTP. Cara Pemberian : Bisa lewat suntikan (Inactivated Poliomyelitis Vaccine/IPV), atau lewat mulut (Oral Poliomyelitis Vaccine/OPV). Efek Samping : Hampir tak ada. Hanya sebagian kecil saja yang mengalami pusing, diare ringan, dan sakit otot. Kasusnya pun sangat jarang. Tingkat Kekebalan : Dapat mencekal hingga 90%. Indikasi Kontra : Tak dapat diberikan pada anak yang menderita penyakit akut atau demam tinggi (di atas 380C); muntah atau diare; penyakit kanker atau keganasan; HIV/AIDS; sedang menjalani pengobatan steroid dan pengobatan radiasi umum; serta anak dengan mekanisme kekebalan terganggu. c. Vaksin BCG Imunisasi BCG merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit TBC yang berat sebab terjadinya penyakit TBC yang primer atau yang ringan dapat terjadi walaupun sudah dilakukan imunisasi BCG. TBC yang berat contohnya adalah TBC pada selaput otak, TBC milier pada seluruh lapangan paru, atau TBC tulang. Vaksin BCG merupakan vaksin yang mengandung kuman TBC yang telah dilemahkan. Ketahanan terhadap penyakit TB (Tuberkulosis) berkaitan dengan keberadaan virus tubercle bacili yang hidup di dalam darah. Itulah mengapa, agar memiliki kekebalan aktif, dimasukkanlah jenis basil tak berbahaya ini ke dalam tubuh, alias vaksinasi BCG (Bacillus Calmette-Guerin). Seperti diketahui, Indonesia termasuk negara endemis TB (penyakit TB terus-menerus ada sepanjang tahun) dan merupakan salah satu negara dengan penderita TB tertinggi di dunia. TB disebabkan kuman Mycrobacterium tuberculosis, dan mudah sekali menular melalui droplet, yaitu butiran air di udara yang terbawa keluar saat penderita batuk, bernapas ataupun bersin. Gejalanya antara lain: berat badan anak susah bertambah, sulit makan, mudah sakit, batuk berulang, demam dan berkeringat di malam hari, juga diare persisten. Masa inkubasi TB rata-rata berlangsung antara 8-12 minggu. Untuk mendiagnosis anak terkena TB atau tidak, perlu dilakukan tes rontgen untuk mengetahui adanya vlek, tes Mantoux untuk mendeteksi peningkatan kadar sel darah putih, dan tes darah untuk mengetahui ada-tidak gangguan laju endap darah. Bahkan, dokter pun perlu melakukan wawancara untuk mengetahui, apakah si kecil pernah atau tidak, berkontak dengan penderita TB. Jika anak positif terkena TB, dokter akan memberikan obat antibiotik khusus TB yang harus diminum dalam jangka panjang, minimal 6 bulan. Lama pengobatan tak bisa diperpendek karena bakteri TB tergolong sulit mati dan sebagian ada yang “tidur”. Karenanya, mencegah lebih baik daripada mengobati. Selain menghindari anak berkontak dengan penderita TB, juga meningkatkan daya tahan tubuhnya yang salah satunya melalui pemberian imunisasi BCG. Manfaat : Mencegah penyakit tuberkulosis atau TB (bukan lagi disingkat TBC) yaitu infeksi yang disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini paling sering menyerang paru-paru, walaupun pada sepertiga kasus menyerang organ tubuh lain dan ditularkan orang ke orang. Jumlah Pemberian : Cukup 1 kali saja, tak perlu diulang (booster). Sebab, vaksin BCG berisi kuman hidup sehingga antibodi yang dihasilkannya tinggi terus. Berbeda dengan vaksin berisi kuman mati, hingga memerlukan pengulangan. Usia Pemberian : Di bawah 2 bulan. Jika baru diberikan setelah usia 2 bulan, disarankan tes Mantoux (tuberkulin) dahulu untuk mengetahui apakah si bayi sudah kemasukan kuman Mycobacterium tuberculosis atau belum. Vaksinasi dilakukan bila hasil tesnya negatif. Jika ada penderita TB yang tinggal serumah atau sering bertandang ke rumah, segera setelah lahir si kecil diimunisasi BCG. Lokasi Penyuntikan : Lengan kanan atas, sesuai anjuran WHO. Meski ada juga petugas medis yang melakukan penyuntikan di paha. Efek Samping : Umumnya tidak ada. Namun pada beberapa anak timbul pembengkakan kelenjar getah bening di ketiak atau leher bagian bawah (atau di selangkangan bila penyuntikan dilakukan di paha). Biasanya akan sembuh sendiri. Tanda Keberhasilan : Muncul bisul kecil dan bernanah di daerah bekas suntikan setelah 4-6 minggu. Tidak menimbulkan nyeri dan tak diiringi panas. Bisul akan sembuh sendiri dan meninggalkan luka parut. Jikapun bisul tak muncul, tak usah cemas. Bisa saja dikarenakan cara penyuntikan yang salah, mengingat cara menyuntikkannya perlu keahlian khusus karena vaksin harus masuk ke dalam kulit. Apalagi bila dilakukan di paha, proses menyuntikkannya lebih sulit karena lapisan lemak di bawah kulit paha umumnya lebih tebal. Jadi, meski bisul tak muncul, antibodi tetap terbentuk, hanya saja dalam kadar rendah. Imunisasi pun tak perlu diulang, karena di daerah endemis TB, infeksi alamiah akan selalu ada. Dengan kata lain, anak akan mendapat vaksinasi alamiah. Indikasi Kontra : Tak dapat diberikan pada anak yang berpenyakit TB atau menunjukkan Mantoux positif. d. Vaksin DPT Imunisasi DPT merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit difteri, pertusis dan tetanus. Vaksin DPT ini merupakan vaksin yang mengandung racun kuman difteri yang telah dihilangkan sifat racunnya, namun masih dapat merangsang pembentukan zat anti (toksoid). Dengan pemberian imunisasi DTP, diharapkan penyakit difteri, tetanus, dan pertusis, menyingkir jauh dari tubuh si kecil. Kekebalan segera muncul seusai diimunisasi. Manfaat : Mencegah tiga jenis penyakit, yaitu difteri (infeksi saluran pernapasan yang disebabkan bakteri), tetanus (infeksi bakteri pada bagian tubuh yang terluka), dan pertusis (batuk rejan, biasanya berlangsung dalam waktu yang lama). Usia & Jumlah Pemberian : Sebanyak 5 kali; 3 kali di usia bayi (2, 4, 6 bulan), 1 kali di usia 18 bulan, dan 1 kali di usia 5 tahun. Selanjutnya di usia 12 tahun, diberikan imunisasi TT. Efek Samping : Umumnya muncul demam yang dapat diatasi dengan obat penurun panas. Jika demamnya tinggi dan tak kunjung reda setelah 2 hari, segera bawa si kecil ke dokter. Namun jika demam tak muncul, bukan berarti imunisasinya gagal, bisa saja karena kualitas vaksinnya jelek, misal : Untuk anak yang memiliki riwayat kejang demam, imunisasi DTP tetap aman. Kejang demam tak membahayakan, karena si kecil mengalami kejang hanya ketika demam dan tak akan mengalami kejang lagi setelah demamnya hilang. Jikapun orangtua tetap khawatir, si kecil dapat diberikan vaksin DTP asesular yang tak menimbulkan demam. Kalaupun terjadi demam, umumnya sangat ringan, hanya sekadar sumeng. Indikasi Kontra : Tak dapat diberikan kepada mereka yang kejangnya disebabkan suatu penyakit seperti epilepsi, menderita kelainan saraf yang betul-betul berat atau habis dirawat karena infeksi otak, dan yang alergi terhadap DTP. Mereka hanya boleh menerima vaksin DT tanpa P karena antigen P inilah yang menyebabkan panas. Penyakit DTP yang BERBAHAYA 1. Difteri Penyakit yang disebabkan kuman Corynebacterium diphtheriae ini, gejalanya mirip radang tenggorokan, yaitu batuk, suara serak, dan tenggorokan sakit. Namun, difteri tak disertai panas sebagaimana yang terjadi pada radang tenggorokan. Gejala lain difteri adalah kesulitan bernapas (leher seperti tercekik dan napas berbunyi), sehingga wajah dan tubuh membiru, serta adanya lapisan putih pada lidah dan bibir. Bakteri penyebab difteri ditularkan saat batuk, bersin, atau kala berbicara. Masa inkubasinya 1-6 hari. Penderita harus mendapatkan perawatan di rumah sakit dalam waktu cukup lama, sekitar 2-3 minggu, dan baru boleh pulang setelah penyakitnya benar-benar hilang 100%. Soalnya, difteri bisa kambuh lagi kalau belum betul-betul sembuh. 2. Tetanus Disebabkan oleh bakteri Clostridium Tetani, penyakit ini berisiko menyebabkan kematian. Infeksi tetanus bisa terjadi karena luka, sekecil apa pun luka itu. Tetanus rawan menyerang bayi baru lahir, biasanya karena tindakan atau perawatan yang tidak steril. Gejala-gejala yang tampak antara lain kejang otot rahang, rasa sakit dan kaku di leher, bahu atau punggung. Kejang-kejang secara cepat merambat ke otot perut, lengan atas dan paha. Pengobatan dilakukan dengan pemberian antibiotik untuk mematikan kuman, antikejang untuk merilekskan otot-otot, dan antitetanus untuk menetralisir toksinnya. 3. Pertusis Disebut juga kinghoest, batuk rejan, atau batuk 100 hari lantaran batuknya memang berlangsung lama, bisa sampai 3 bulan. Penyakit ini mudah sekali menular melalui udara yang mengandung bakteri Bordetella pertussis. Masa inkubasinya 6-20 hari. Gejala awalnya seperti flu biasa, yaitu demam ringan, batuk, dan pilek, yang berlangsung selama 1-2 minggu. Kemudian, gejala batuknya mulai nyata dan kuat, batuk panjang secara terus-menerus yang berbeda dengan batuk biasa. Tak jarang, karena kuatnya batuk ini, anak bisa sampai menungging-nungging, muntah-muntah, mata merah, berair, dan napasnya susah. Gejalanya sangat berat. Bahkan beberapa penderita bisa mengalami perdarahan. Setelah 2-4 minggu berlalu, batuk mulai berkurang dan kondisi anak mulai pulih. Penderita akan diberi obat antibiotik untuk mematikan kuman, dan obat untuk mengurangi/menghentikan batuknya. Istirahat yang cukup, banyak minum, dan konsumsi makanan bergizi akan membantu mempercepat kesembuhan. e. Vaksin Campak Imunisasi campak merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit campak pada anak karena termasuk penyakit menular. (Alimul, 2009). Sebenarnya, bayi sudah mendapat kekebalan campak dari ibunya. Namun seiring bertambahnya usia, antibodi dari ibunya semakin menurun sehingga butuh antibodi tambahan lewat pemberian vaksin campak. Apalagi penyakit campak mudah menular, dan mereka yang daya tahan tubuhnya lemah gampang sekali terserang penyakit yang disebabkan virus Morbili ini. Untungnya, campak hanya diderita sekali seumur hidup. Jadi, sekali terkena campak, setelah itu biasanya tak akan terkena lagi. Penularan campak terjadi lewat udara atau butiran halus air ludah (droplet) penderita yang terhirup melalui hidung atau mulut. Pada masa inkubasi yang berlangsung sekitar 10-12 hari, gejalanya sulit dideteksi. Setelah itu barulah muncul gejala flu (batuk, pilek, demam), mata kemerah-merahan dan berair, si kecil pun merasa silau saat melihat cahaya. Kemudian, di sebelah dalam mulut muncul bintik-bintik putih yang akan bertahan 3-4 hari. Beberapa anak juga mengalami diare. Satu-dua hari kemudian timbul demam tinggi yang turun naik, berkisar 38-40,5°C. Seiring dengan itu, barulah keluar bercak-bercak merah yang merupakan ciri khas penyakit ini. Ukurannya tidak terlalu besar, tapi juga tak terlalu kecil. Awalnya hanya muncul di beberapa bagian tubuh saja seperti kuping, leher, dada, muka, tangan dan kaki. Dalam waktu 1 minggu, bercak-bercak merah ini akan memenuhi seluruh tubuh. Namun bila daya tahan tubuhnya baik, bercak-bercak merah ini hanya di beberapa bagian tubuh saja dan tidak banyak. Jika bercak merah sudah keluar, umumnya demam akan turun dengan sendirinya. Bercak merah pun akan berubah jadi kehitaman dan bersisik, disebut hiperpigmentasi. Pada akhirnya bercak akan mengelupas atau rontok atau sembuh dengan sendirinya. Umumnya, dibutuhkan waktu hingga 2 minggu sampai anak sembuh benar dari sisa-sisa campak. Dalam kondisi ini, tetaplah meminum obat yang sudah diberikan dokter. Jaga stamina dan konsumsi makanan bergizi. Pengobatannya bersifat simptomatis, yaitu mengobati berdasarkan gejala yang muncul. Hingga saat ini, belum ditemukan obat yang efektif mengatasi virus campak. Jika tak ditangani dengan baik campak bisa sangat berbahaya. Bisa terjadi komplikasi, terutama pada campak yang berat. Ciri-ciri campak berat, selain bercaknya di sekujur tubuh, gejalanya tidak membaik setelah diobati 1-2 hari. Komplikasi yang terjadi biasanya berupa radang paru-paru (broncho pneumonia) dan radang otak (ensefalitis). Komplikasi inilah yang umumnya paling sering menimbulkan kematian pada anak. Manfaat : Melindungi anak dari penyakit campak yang disebabkan virus. Usia & Jumlah Pemberian : Sebanyak 2 kali; 1 kali di usia 9 bulan, 1 kali di usia 6 tahun. Dianjurkan, pemberian campak ke-1 sesuai jadwal. Selain karena antibodi dari ibu sudah menurun di usia 9 bulan, penyakit campak umumnya menyerang anak usia balita. Jika sampai 12 bulan belum mendapatkan imunisasi campak, maka pada usia 12 bulan harus diimunisasi MMR (Measles Mumps Rubella). Efek Samping : Umumnya tidak ada. Pada beberapa anak, bisa menyebabkan demam dan diare, namun kasusnya sangat kecil. Biasanya demam berlangsung seminggu. Kadang juga terdapat efek kemerahan mirip campak selama 3 hari. 2.4 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMUNISASI 1. Status imun penjamu : a. Adanya antibodi spesifik pada penjamu keberhasilan vaksinasi, misalnya: (1.Campak pada bayi; 2.Kolostrum ASI – Imunoglobulin A polio) b. Maturasi imunologik : neonatus fungsi makrofag, kadar komplemen, aktifasi optonin. c. Pembentukan antibodi spesifik terhadap antigen kurang, hasil vaksinasi ditunda sampai umur 2 tahun. d. Cakupan imunisasi semaksimal mungkin agar anak kebal secara simultan, bayi diimunisasi. e. Frekuensi penyakit : dampaknya pada neonatus berat imunisasi dapat diberikan pada neonatus. f. Status imunologik (seperti defisiensi imun) respon terhadap vaksin kurang. 2. Genetik Secara genetik respon imun manusia terhadap antigen tertentu baik, cukup, rendah. Keberhasilan vaksinasi tidak 100%. 3. Kualitas vaksin a. Cara pemberian. Misalnya polio oral, imunitas lokal dan sistemik. b. Dosis vaksin (1.Tinggi hambatan respon, menimbulkan efek samping; 2.Jika rendah, maka tidak merangsang sel imunokompeten) c. Frekuensi pemberian. Respon imun sekunder Sel efektor aktif lebih cepat, lebih tinggi produksinya, afinitas lebih tinggi. Frekuensi pemberian mempengaruhi respon imun yang terjadi. Bila vaksin berikutnya diberikan pada saat kadar antibodi spesifik masih tinggi, sedangkan antigen dinetralkan oleh antibodi spesifik maka tidak merangsang sel imunokompeten. d. Ajuvan : • Zat yang meningkatkan respon imun terhadap antigen • Mempertahankan antigen agar tidak cepat hilang • Mengaktifkan sel imunokompeten e. Jenis vaksin. Vaksin hidup menimbulkan respon imun lebih baik. f. Kandungan vaksin : • Antigen virus • Bakteri • Vaksin yang dilemahkan seperti polio, campak, BCG • Vaksin mati : pertusis. • Eksotoksin : toksoid, difteri, tetanus • Ajuvan : persenyawaan aluminium. • Cairan pelarut : air, cairan garam fisiologis, kultur jaringan, telur.) A. FAKTOR YANG DAPAT MERUSAK VAKSIN DAN KOMPOSISI VAKSIN : 1. Panas dapat merusak semua vaksin. 2. Sinar matahari dapat merusak BCG. 3. Desinfeksi / antiseptik : sabun. (Marimbi, 2010) B. TATACARA PEMBERIAN IMUNISASI 1. Sebelum melakukan vaksinasi, dianjurkan dianjurkan mengikuti tata cara seperti berikut: • Memberitahukan secara rinci tentang risiko imunisasi dan risiko apabila tidak divaksinasi. • Periksa kembali persiapan untuk melakukan pelayanan secepatnya bila terjadi reaksi ikutan yang tidak diharapkan. • Baca dengan teliti informasi tentang yang akan diberikan dan jangan lupa mendapat persetujuan orang tua. Melakukan tanya jawab dengan orang tua atau pengasuhnya sebelum melakukan imunisasi. • Tinjau kembali apakah ada kontraindikasi terhadap vaksin yang akan diberikan. • Periksa identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik bila diperlukan. • Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah disimpan dengan baik. • Periksa vaksin yang akan diberikan apakah tampak tanda-tanda perubahan. Periksa tanggal kadaluarsa dan catat hal-hal istimewa, misalnya adanya perubahan warna yang menunjukkan adanya kerusakan. • Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan ditawarkan pula vaksin lain untuk mengejar imunisasi yang tertinggal (catch up vaccination) bila diperlukan. • Berikan vaksin dengan teknik yang benar. Lihat uraian mengenai pemilihan jarum suntik, sudut arah jarum suntik, lokasi suntikan, dan posisi penerima vaksin. 2. Setelah pemberian vaksin, kerjakan hal-hal seperti berikut: • Berilah petunjuk (sebaiknya tertulis) kepada orang tua atau pengasuh, apa yang harus dikerjakan dalam kejadian reaksi yang biasa atau reaksi ikutan yang lebih berat. • Catat imunisasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan klinis. • Catatan imunisasi secara rinci harus disampaikan kepada Dinas Kesehatan bidang P2M. • Periksa status imunisasi anggota keluarga lainnya dan tawarkan vaksinasi untuk mengejar ketinggalan, bila diperlukan. • Dalam situasi vaksinasi yang dilaksanakan untuk kelompok besar, pelaksanaannya dapat bervariasi, namun rekomendasi tetap seperti di atas yang berpegang pada prinsip-prinsip higienis, surat persetujuan yang valid, dan pemeriksaan/penilaian sebelum imunisasi harus dikerjakan. C. Faktor-Faktor lainnya yang Mempengaruhi Keefektifan Vaksin 1. Penyimpanan • Vaksin yang disimpan dan diangkut secara tidak benar akan kehilangan potensinya. Instruksi pada lembar penyuluhan (brosur) informasi produk harus disertakan. Aturan umum untuk sebagian besar vaksin, bahwa vaksin harus didinginkan pada temperatur 2-8oC dan tidak membeku. Sejumlah vaksin (DPT dan hepatitis B) menjadi tidak aktif bila beku. Pengguna dinasehatkan untuk melakukan konsultasi guna mendapatkan informasi khusus vaksin-vaksin individual, karena beberapa vaksin (polio) dapat disimpan dalam keadaan beku. 2. Pengenceran • Vaksin kering yang beku harus diencerkan dengan cairan pelarut khusus dan digunakan dalam periode waktu tertentu. Apabila vaksin telah diencerkan, harus diperiksa terhadap tanda-tanda kerusakan (warna dan kejernihan). Perlu diperhatikan bahwa vaksin campak yang telah diencerkan cepat mengalami perubahan pada suhu kamar. Jarum ukuran 21 yang steril dianjurkan untuk mengencerkan dan jarum ukuran 23 dengan panjang 25 mm digunakan untuk menyuntikkan vaksin. 3. Pembersihan Kulit • Tempat suntikan harus dibersihkan sebelum imunisasi dilakukan namun apabila kulit telah bersih, antiseptik kulit tidak diperlukan. 4. Pemberian Suntikan • Sebagian besar vaksin diberikan melalui suntikan intramuskular atau subkutan dalam. Terdapat perkecualian pada dua jenis vaksin yaitu polio diberikan per-oral dan BCG diberikan dengan suntikan intradermal. 5. Teknik dan Ukuran Jarum • Para petugas yang melaksanakan vaksinasi harus memahami teknik dasar dan petunjuk keamanan pemberian vaksin, untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi dan trauma akibat suntikan yang salah. Pada tiap suntikan harus digunakan tabung suntikan dan jarum baru, sekali pakai dan steril. Sebaiknya tidak digunakan botol vaksin yang multidosis, karena risiko infeksi. Apabila memakai botol multidosis (karena tidak ada laternatif vaksin dalam sediaan lain) maka jarum suntik yang telah digunakan menyuntikkan tidak boleh dipakai lagi mengambil vaksin. • Tabung suntik dan jarum harus dibuang dalam tempat tertutup yang diberi tanda (label) tidak mudah robek dan bocor, untuk menghindari luka tusukan atau pemakaian ulang. Tempat pembuangan jarum suntik bekas harus dijauhkan dari jangkauan anak-anak. • Sebagian besar vaksin harus disuntikkan ke dalam otot. Penggunaan jarum yang pendek meningkatkan risiko terjadi suntikan subkutan yang kurang dalam. • Standar jarum suntik ialah ukuran 23 dengan panjang 25 mm, tetapi ada perkecualian lain dalam beberapa hal seperti berikut : a. Pada bayi-bayi kurang bulan, umur dua bulan atau yang lebih muda dan bayi-bayi kecil lainnya, dapat pula dipakai jarum ukuran 26 dengan panjang 16 mm. b. Untuk suntikan subkutan pada lengan atas, dapakai jarum ukuran 25 dengan panjang 16 mm, untuk bayi-bayi kecil dipakai jarum ukuran 27 dengan panjang 12 mm. c. Untuk suntikan intradermal pada vaksin BCG dipakai jarum ukuran 25-27 dengan panjang 10 mm. 6. Arah Sudut Jarum pada Suntikan Intramuskular • Jarum suntik harus disuntikkan dengan sudut 45o sampai 60o ke dalam otot vastus lateralis atau otot deltoid (lengan atas). Untuk otot vastus lateralis, jarum harus diarahkan ke arah lutut dan untuk deltoid jarum harus diarahkan ke pundak. Kerusakan saraf dan pembuluh vaskular dapat terjadi apabila suntikan diarahkan pada sudut 90o. pada suntikan dengan sudut jarum 45o sampai 60o akan mengalami hambatan ringan pada waktu jarum masuk ke dalam otot. 7. Tempat Suntikan yang Dianjurkan • Paha anterolateral adalah bagian tubuh yang dianjurkan untuk vaksinasi pada bayi-bayi dan anak-anak umur dibawah 12 bulan. Regio deltoid adalah alternatif untuk vaksinasi pada anak-anak yang lebih besar (mereka yang telah dapat berjalan) dan orang dewasa. • Daerah anterolateral paha adalah bagian yang dianjurkan untuk vaksinasi bayi-bayi dan tidak pada pantat (daerah gluteus) untuk menghindari risiko kerusakan saraf ischiadica (nervus ischiadicus). Risiko kerusakan saraf ischiadica akibat suntikan didaerah gluteus lebih banyak dijumpai pada bayi karena variasi posisi saraf tersebut, masa otot lebih tebal, sehingga pada vaksinasi dengan suntikan intramuskular di daerah gluteal dengan tidak sengaja menghasilkan suntikan subkutan dengan reaksi lokal yang lebih berat. • Sedangkan untuk vaksinasi BCG, harus disuntik pada kulit di atas insersi otot deltoid (lengan atas), sebab suntikan-suntikan diatas puncak pundak memberi risiko terjadinya keloid. 8. Posisi Anak dan Lokasi Suntikan • Vaksin yang disuntikkan harus diberikan pada bagian dengan risiko kerusakan saraf, pembuluh vaskular serta jaringan lainnya. Penting bahwa bayi dan anak jangan bergerak saat disuntik, walaupun demikian cara memegang bayi dan anak yang berlebihan akan menambah ketakutan sehingga meningkatkan ketegangan otot. Perlu diyakinkan kepada orang tua atau pengasuh untuk membantu memegang anak atau bayi, dan harus diberitahu agar mereka memahami apa yang sedang dikerjakan. • Alasan memilih otot vastus lateralis pada bayi dan anak umur dibawah 12 bulan adalah : a. Menghindari risiko kerusakan saraf ischiadica pada suntikan daerah gluteal. b. Daerah deltoid pada bayi dianggap tidak cukup tebal untuk menyerap suntikan secara adekuat. c. Sifat imunogenesitas vaksin hepatitis B berkurang bila disuntikkan di daerah gluteal. d. Menghindari risiko reaksi lokal dan terbentuk pembengkakan di tempat suntikan yang menahun. e. Menghindari lapisan lemak subkutan yang tebal pada paha bagian anterior. 9. Vastus Lateralis, Posisi Anak dan Lokasi Suntikan • Vastus lateralis adalah otot bayi yang tebal dan besar, yang mengisi bagian anterolateral paha. Vaksin harus disuntikkan ke dalam batas antara sepertiga otot bagian atas dan tengah yang merupakan bagian yang paling tebal dan padat. Jarum harus membuat sudut 45o-60o terhadap permukaan kulit, dengan jarum kearah lutut, maka jarum tersebut harus menembus kulit selebar ujung jari di atas (ke arah proksimal) batas hubungan bagian atas dan sepertiga tengah otot. • Anak atau bayi diletakkan di atas meja periksa, dapat dipegang oleh orang tua/pengasuh atau posisi setengah tidur pada pangkuan orang tua atau pengasuhnya. Celana (popok) bayi harus dibuka bila menutupi otot vastus lateralis sebagai lokasi suntikan, bila tidak demikian vaksin akan disuntikkan terlalu bawah di daerah paha. Kedua tangan dipegang menyilang pelvis bayi dan paha dipegang dengan tangan antara jempol dan jari-jari. Posisi ini akan mengurangi hambatan dalam proses penyuntikan dan membuatnya lebih lancar. • Lokasi suntikan pada vastus lateralis : a. Letakkan bayi di atas tempat tidur atau meja, bayi ditidurkan terlentang. b. Tungkai bawah sedikit ditekuk dengan fleksi pada lutut. c. Cari trochanter mayor femur dan condylus lateralis dengan cara palpasi, tarik garis yang menghubungkan kedua tempat tersebut. Tempat suntikan vaksin ialah batas sepertiga bagian atas dan tengah pada garis tersebut (bila tungkai bawah sedikit menekuk, maka lekukan yang dibuat oleh tractus iliotibialis menyebabkan garis bagian distal lebih jelas). d. Supaya vaksin yang disuntikkan masuk ke dalam otot pada batas antara sepertiga bagian atas dan tengah, jarum ditusukkan satu jari di atas batas tersebut. 10. Deltoid, Posisi Anak dan Lokasi Suntikan • Posisi seorang anak yang paling nyaman untuk suntikan di daerah deltoid ialah duduk di atas pangkuan ibu atau pengasuhnya. • Lengan yang akan disuntik dipegang menempel pada tubuh bayi, sementara lengan lainnya diletakkan di belakang tubuh orang tua atau pengasuh. • Lokasi deltoid yang benar adalah penting supaya vaksinasi berlangsung aman dan berhasil. • Posisi yang salah akan menghasilkan suntikan subkutan yang tidak benar dan meningkatkan risiko penetrasi saraf. • Untuk mendapatkan lokasi deltoid yang baik membuka lengan atas dari pundak ke siku. Lokasi yang paling baik adalah pada tengah otot, yaitu separuh antara akromnion dari insersi pada tengah humerus. Jarum suntik ditusukkan membuat sudut 45o-60o mengarah pada akromnion. Bila bagian bawah deltoid yang disuntik, ada risiko trauma saraf radialis karena saraf tersebut melingkar dan muncul dari otot trisep. 11. Pengambilan Vaksin dari Botol (Vial) • Untuk vaksin yang diambil menembus tutup karet atau yang telah dilarutkan, harus memakai jarum baru. Apabila vaksin telah diambil dari vial yang terbuka, dapat dipakai jarum yang sama. Jarum atau semprit yang telah digunakan menyuntik seseorang tidak boleh digunakan untuk mengambil vaksin dari botol vaksin karena risiko kontaminasi silang, vaksin dalam botol yang berisi dosis ganda (multidosis) jangan digunakan kecuali tidak ada alternatif lain. 12. Penyuntikan Subkutan • Perhatian untuk suntikan subkutan : a. Arah jarum 45° terhadap kulit. b. Cubit tebal untuk suntikan subkutan. c. Aspirasi semprit sebelum vaksin disuntikkan. d. Untuk suntikan multipel diberikan pada bagian ekstrimitas berbeda. 13. Penyuntikan Intramuscular • Perhatian untuk penyuntikan intramuskular : a. Pakai jarum yang cukup panjang untuk mencapai otot. b. Suntik dengan arah jarum 45°-60°, lakukan dengan cepat. c. Tekan kulit sekitar tempat suntikan dengan ibu jari dan telunjuk saat jarum ditusukkan. d. Aspirasi semprit sebelum vaksin disuntikkan, untuk meyakinkan tidak masuk ke dalam vena. Apabila terdapat darah, buang dan ulangi dengan suntikan baru. e. Untuk suntikan multipel diberikan pada bagian ekstrimitas berbeda. 14. Pemberian Dua atau Lebih Vaksin pada Hari Yang Sama • Pemberian vaksin-vaksin yang berbeda pada umur yang sesuai, boleh diberikan pada hari yang sama. Vaksin inactivated dan vaksin virus hidup, khususnya vaksin yang dianjurkan dalam jadwal imunisasi, pada umumnya dapat diberikan pada lokasi yang berbeda saat hari kunjungan yang sama. Misalnya pada kesempatan yang sama dapat diberikan vaksin-vaksin DPT, hepatitis B, dan polio. • Vaksin-vaksin yang berbeda tidak boleh dicampur dalam satu semprit. Vaksin-vaksin yang berbeda yang diberikan pada seseorang pada hari yang sama harus disuntikkan pada lokasi yang berbeda dengan menggunakan semprit yang berbeda. (IDAI, 2008) BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN Vaksin adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi oleh organisme alami atau “liar”. Imunisasi merupakan suatu program yang dengan sengaja memasukkan antigen lemah agar merangsang antibodi keluar sehingga tubuh dapat resisten terhadap penyakit tertentu. (Proverawati, 2010). Tujuan pemberian imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. (Alimul, 2009). Jenis Imunisasi : 1. Imunisasi Aktif Imunisasi aktif, tubuh ikut berperan dalam membentuk kekebalan (imunitas). 2. Imunisasi Pasif Imunisasi pasif, tubuh tidak dengan sendirinya membentuk kekebalan, tetapi diberikan dalam bentuk antibodi dari luar. Imunisasi yang merupakan Program Pengembangan Imunisasi ( PPI ) ada 5 yaitu : 1. Vaksin Hepatitis B 2. Vaksin Polio 3. Vaksin BCG 4. Vaksin DPT 5. Vaksin Campak. 3.2 SARAN Makalah ini dapat digunakan sebaik-baiknya agar makalah ini selalu dapat digunakan. Bagi mahasiswa dapat membaca makalah ini sebagai referensi dalam proses kegiatan belajar mengajar. Dan juga sebagai referensi terhadap imunisasi yang termasuk program pengembangan imunisasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar